Pakar Ilmu Falak UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto Meriahkan Acara Seminar Internasional
Lhokseumawe - Fakultas Syariah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe kembali menegaskan perannya dalam percaturan keilmuan Islam internasional dengan menyelenggarakan International Seminar on Islamic Astronomy bertema "Sharia, Astronomy, and the Hijri Calendar: Bridging Science and Faith in the Muslim World", Kamis, 24 Juli 2025. Acara bergengsi ini diikuti oleh seluruh dosen dan mahasiswa Fakultas Syariah dan dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Syariah, Muhammad Syahrial Razali Ibrahim, Ph.D, yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen internasionalisasi fakultas serta penguatan tradisi akademik dalam bidang ilmu falak dan hukum Islam.
Secara khusus, acara ini dilaksanakan secara teknis oleh Jurusan Ilmu Falak. Ketua Jurusan Ilmu Falak, Hasna Tuddar Putri, M.Si., dan Sekretaris Laiyina Ukhti, S.Pd., M.Si. hadir dan mengawal jalannya kegiatan. Kesuksesan pelaksanaan kegiatan ini juga berkat dukungan para mahasiswa jurusan.
Salah satu narasumber utama dalam seminar ini, Dr. Mawardi, M.Ag., dari UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, menyampaikan presentasi ilmiah bertajuk “Pembaruan Pemikiran Kalender Hijriah di Indonesia (Studi Terhadap Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Islam 1330–1443 H/1912–2025)”. Dalam paparannya, Dr. Mawardi mengulas secara komprehensif bagaimana tiga ormas besar Islam Indonesia—Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Islam (Persis)—telah melakukan pembaruan signifikan dalam penentuan kalender Hijriah, baik dari segi metode, kriteria, hingga algoritma astronomis yang digunakan.
Dr. Mawardi menjelaskan bahwa Muhammadiyah, sejak masa Ahmad Dahlan, telah menjadi pelopor penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan Hijriah. Dari metode hisab wujudul hilal hingga akhirnya bertransformasi pada Kalender Hijriah Global Tunggal yang resmi digunakan mulai tahun 1447 H/2025 M, pembaruan ini menunjukkan orientasi kuat Muhammadiyah pada penyatuan kalender Hijriah internasional. Hal ini diperkuat oleh keaktifan mereka dalam badan hisab dan rukyat nasional sejak 1973.
Di sisi lain, NU, meskipun dikenal sebagai mazhab rukyat, juga menunjukkan keterbukaan terhadap pendekatan hisab qath’i, terutama sejak tahun 2021. Pembaruan ini tampak dalam cara NU mulai menggabungkan sistem rukyat dengan hisab imkanur rukyat yang lebih akurat, tanpa meninggalkan tradisi klasiknya. Sementara Persis, dengan tokoh seperti A. Hassan dan Moenawar Chalil, mengadopsi pendekatan hisab astronomis modern dengan mengacu pada algoritma Jean Meeus dan Ephemeris Kemenag RI, menunjukkan kecenderungan saintifik yang kuat dalam penetapan awal bulan.
Lebih jauh, Dr. Mawardi menyimpulkan bahwa pembaruan yang dilakukan oleh ketiga ormas besar ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menjawab anomali keilmuan dalam penentuan awal bulan Hijriah, sebagaimana dijelaskan dalam filsafat ilmu Thomas S. Kuhn. Masing-masing ormas menanggapi krisis ini dengan cara khas mereka, namun tetap dalam semangat penyatuan kalender Hijriah nasional.
Seminar internasional ini menghadirkan pula para pakar falakiyah dari dalam dan luar negeri, serta menjadi forum penting dalam menyatukan pandangan keilmuan dan keagamaan antara astronomi dan syariat. Kegiatan ini bukan hanya memperluas wawasan dosen dan mahasiswa, tetapi juga menjadi tonggak penting bagi Fakultas Syariah dalam memperkuat eksistensi akademik dan peran global dalam pengembangan ilmu falak Islam.[]