Fakultas Syariah UIN SUNA Hadirkan Dosen National University of Singapore

Lhokseumawe - Fakultas Syariah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe menyelenggarakan Nahrasiyah International Conference on Islamic and Legal Studies pada Selasa, 18 November 2025. Konferensi bertema “Enhancing the Role of Islamic Studies in Responding to Global Crises” ini mempertemukan para akademisi dari berbagai negara untuk mendiskusikan kontribusi kajian Islam dalam menghadapi dinamika global kontemporer.

Salah satu narasumber utama yang menjadi sorotan ialah Azhar Ibrahim, Ph.D., seorang pemikir terkemuka dari National University of Singapore (NUS). Ia adalah Senior Lecturer pada Department of Malay Studies, tempat ia mengajar literatur Melayu-Indonesia serta ideologi pembangunan. Minat penelitiannya meliputi sosiologi sastra, teologi sosial, pemikiran Islam, literasi kritis, serta perkembangan intelektual Melayu-Indonesia. Di antara karya pentingnya adalah Emancipated Education (2020), Historical Imagination and Cultural Responses to Colonialism and Nationalism: A Critical Malay(sian) Perspective (2017), Contemporary Islamic Discourse in the Malay-Indonesia World (2014), dan Narrating Presence: Awakening from Cultural Amnesia (2014).

Dalam materinya yang berjudul "Teologi Budaya Berdepan dengan Tradisi Fikah di Nusantara," Azhar menyoroti pentingnya membangun literasi kritis dan kesadaran budaya dalam merespons krisis global. Ia menjelaskan bahwa budaya sering dipahami hanya sebagai warisan tradisional, padahal modernitas juga merupakan bentuk budaya yang saat ini kita praktikkan. Namun, jika model budaya yang dikembangkan bersifat dominatif dan tidak membebaskan, ia akan mudah ditantang dan tidak bertahan lama. Ia menilai bahwa kecenderungan nasionalisme budaya yang kian menguat dapat memupuk triumphalisme etno-religius yang berbahaya dalam masyarakat multietnis dan multiagama.

Azhar juga menekankan bahwa budaya tidak dapat hanya direduksi menjadi upaya pelestarian. Budaya harus dipupuk dengan kreativitas, karena konservatisme budaya dapat berubah menjadi “mumifikasi” yang menghambat pertumbuhan intelektual. Di titik inilah, rendahnya literasi budaya menjadi tantangan besar bagi teologi budaya yang tidak boleh diabaikan.

Ia berharap teologi budaya dapat menjadi arena dialog, kritik, dan rekonstruksi, sehingga umat Islam—khususnya di Asia Tenggara—mampu merumuskan pemahaman budaya yang lebih hidup dan progresif. Dengan demikian, mahasiswa studi agama pun dapat berperan seperti para pemerhati budaya lainnya, memberikan perspektif keagamaan yang kritis terhadap persoalan kemanusiaan.

Mengakhiri paparannya, Azhar menegaskan bahwa respons budaya dan intelektual terhadap persoalan zaman semakin mendesak, terlebih ketika respons politik justru sering memunculkan kebingungan baru. Karena itu, pendekatan alternatif yang lebih reflektif, kreatif, dan humanis harus dihadirkan sebagai kontribusi penting dunia Islam dalam menghadapi krisis global.

Konferensi ini turut menghadirkan para akademisi dari berbagai negara lain, termasuk Brunei Darussalam, Filipina, Pakistan, dan Malaysia. Dengan kehadiran para pakar internasional tersebut, kegiatan ini menjadi wadah penting untuk memperkuat jejaring akademik sekaligus memperkaya pengembangan kajian Islam dan hukum di UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe.[]

Share this Post