Pakar Falak Malaysia Ungkap Mekanisme Takwim Hijri di Seminar Internasional Fakultas Syariah

Lhokseumawe — Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe sukses menghadirkan pakar falak terkemuka dari Malaysia, Prof. Madya Dr. Baharrudin bin Zainal, yang membawakan materi mendalam bertajuk “Pengurusan Takwim Hijri di Malaysia”. Acara ini menjadi ajang penting bagi dosen, mahasiswa, dan pegiat ilmu falak untuk mendalami praktik manajemen kalender Islam kontemporer yang dilaksanakan oleh negara tetangga, Malaysia.

Dr. Baharrudin membuka paparannya dengan menyinggung sejarah panjang takwim Hijri di wilayah Nusantara. Ia memaparkan bahwa pengelolaan kalender Hijriah merupakan urusan agama Islam dan karena itu diletakkan di bawah kuasa pemerintah negeri. Di Malaysia, pengurusan ini diselaraskan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) sebagai badan sentral, sementara penetapan final berada di bawah keputusan Majlis Raja-Raja Malaysia.

Salah satu sorotan penting dalam presentasi Dr. Baharrudin adalah mekanisme teknis dalam penetapan awal bulan Hijriah. Malaysia menggunakan metode gabungan antara rukyah (pengamatan hilal) dan hisab (perhitungan astronomi). Namun, sejak tahun 2021, Malaysia resmi mengadopsi parameter imkannur rukyah sebagai dasar operasional, yakni tinggi bulan minimal 3 derajat di atas ufuk saat matahari terbenam, dan elongasi antara bulan dan matahari minimal 6,4 derajat.

Jika kedua syarat tersebut terpenuhi, maka hilal dianggap mungkin terlihat dan dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriah. Prinsip ini dinilai adil secara astronomi dan memenuhi kehati-hatian secara syar’i, seperti yang tertuang dalam kitab at-Tuhfah dan menjadi pedoman ulama setempat.

Dr. Baharrudin juga memaparkan bahwa cerapan resmi dilakukan pada tanggal 29 Syaaban, 29 Ramadan, dan 29 Zulqaidah, di 29 titik lokasi resmi di seluruh Malaysia, termasuk Pulau Perak, Yan, Kedah sebagai stasiun rujukan nasional. Lokasi ini dilengkapi dengan alat-alat modern seperti teleskop, teodolit, dan pengamatan visual maupun DSLR.

Setiap tim rukyah terdiri dari perwakilan Jabatan Mufti Negeri, Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia (JUPEM), dan para ahli falak yang ditunjuk. Hasil cerapan dikirimkan ke Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja Malaysia, yang kemudian akan mengumumkan secara nasional awal bulan Hijri yang baru, melalui media resmi dan siaran langsung televisi.

Sebagai bentuk jaminan keseragaman nasional, JAKIM membentuk Panel Pakar Perunding Falak, yang bertugas menyelaraskan syarat-syarat kenampakan hilal, menyusun prosedur cerapan, serta merancang dokumen takwim Hijri tahunan untuk Majlis Raja-Raja Malaysia. Di tingkat lokal, jawatankuasa negeri bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengamatan serta menyusun takwim versi masing-masing untuk kebutuhan masyarakat.

Dr. Baharrudin menekankan pentingnya sistem ini dalam menjamin kesatuan hukum serta menghindari kekeliruan antara wilayah. “Kerangka ini dibangun untuk menjaga kebersamaan dalam beribadah, khususnya penetapan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, agar umat Islam Malaysia berpuasa dan berhari raya secara seragam,” jelasnya.

Di bagian akhir, Dr. Baharrudin menyampaikan gagasan strategis dalam konteks kerjasama regional MABIMS (Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Ia menyarankan (1) penguatan konsep kesatuan hukum takwim Hijri MABIMS, (2) revisi dan revitalisasi konsep Garis Tarikh Bulan Antarabangsa, (3) penyelarasan terminologi teknis dan parameter falak antarnegara, dan (4) peningkatan kolaborasi dalam pendidikan falak.

Pemaparan lengkap dari Dr. Baharrudin disambut antusias oleh para peserta, terutama mahasiswa dan dosen Fakultas Syariah. Dekan Fakultas Syariah dalam sambutannya menyebutkan bahwa seminar ini menjadi bagian dari upaya internasionalisasi kampus, khususnya dalam bidang falak syar’i yang menjadi unggulan prodi.

Dengan pengalaman panjang sebagai akademisi dan penasihat bagi berbagai lembaga falak, termasuk Dewan Bahasa & Pustaka, Jabatan Mufti Sarawak, dan Panel MQA Ilmu Falak, Dr. Baharrudin telah memberikan perspektif otoritatif dan praktis dalam membangun sistem kalender Islam yang terstruktur dan modern.[]

Share this Post